5 Realita Pahit di Balik Keheningan Makam Siti Sara yang Wajib Kamu Tahu

Makam Siti Sara

Daftar isi

Kota Hebron (Al-Khalil) di Palestina tercatat sebagai salah satu kota tertua di dunia yang dihuni secara berkelanjutan, dengan jejak peradaban yang membentang lebih dari 6.000 tahun. Di jantung kota purba inilah berdiri sebuah bangunan suci yang dihormati oleh tiga agama samawi, yaitu Masjid Ibrahimi. Di dalam kompleks inilah bersemayam jasad para nabi dan istri mereka, termasuk sosok perempuan agung yang menjadi ibu bagi para nabi, Siti Sara. Namun, di balik keheningan dan nuansa spiritual yang sakral, makamnya kini menjadi saksi bisu dari sebuah realitas pahit yang memilukan. Ia bukan lagi sekadar destinasi ziarah yang tenang, melainkan sebuah simbol keteguhan iman di tengah-tengah salah satu konflik paling rumit di dunia.

5 Realita Pahit di Balik Keheningan Makam Siti Sara yang Wajib Kamu Tahu

Mengunjungi Makam Siti Sara adalah sebuah pengalaman spiritual yang mendalam, namun juga membuka mata terhadap sebuah kenyataan yang menyedihkan. Keagungan sejarah dan kesucian tempat ini berdampingan dengan ketegangan dan pembatasan yang terasa begitu nyata. Bagi banyak orang, nama Siti Sara identik dengan kesabaran, iman, dan keajaiban. Akan tetapi, kondisi makamnya saat ini justru menceritakan sebuah kisah yang berbeda, yaitu tentang perjuangan, pembatasan, dan harapan yang tak pernah padam. Artikel ini akan membawamu melihat lebih dekat realitas di balik keheningan makam suci ini, sebuah cerita yang jarang sampai ke telinga dunia luar.

Siapakah Siti Sara? Mengenal Sosok Ibu Para Nabi

Sebelum kita melangkah lebih jauh, sangat penting bagi kamu untuk mengenal kemuliaan sosok yang bersemayam di sini. Siti Sara adalah istri tercinta dari Nabi Ibrahim AS, Bapak para Nabi (Abul Anbiya). Beliau adalah seorang perempuan yang imannya teruji dengan luar biasa. Selama puluhan tahun, beliau mendampingi dakwah Nabi Ibrahim dengan penuh kesetiaan, meskipun belum dikaruniai keturunan hingga usia senja.

Kesabarannya yang tak terbatas dan keyakinannya yang kokoh pada janji Allah akhirnya berbuah manis. Di usianya yang sudah sangat lanjut, Allah SWT memberinya kabar gembira tentang kelahiran seorang putra, Nabi Ishaq AS. Dari garis keturunan Nabi Ishaq inilah lahir nabi-nabi Bani Israil, termasuk Nabi Ya’qub, Yusuf, Musa, Daud, Sulaiman, hingga Isa AS. Oleh karena itu, Siti Sara dihormati sebagai matriark atau ibu dari silsilah kenabian yang agung. Kemuliaan inilah yang membuat makamnya menjadi tempat yang sangat dihormati dan diziarahi.

Makam Siti Sara

Secara fisik, Makam Siti Sara berada di dalam kompleks Masjid Ibrahimi di Hebron. Seperti makam para nabi lainnya di lokasi ini, yang dapat dilihat oleh peziarah adalah sebuah cenotaph atau bangunan penanda makam yang indah, ditutupi kain hijau bersulam kaligrafi ayat suci Al-Quran. Makam aslinya sendiri berada di dalam gua di bawah bangunan masjid, yang dikenal sebagai Gua Makhpela. Gua inilah yang dibeli oleh Nabi Ibrahim AS sebagai tempat pemakaman keluarga.

Suasana di sekitar area makam ini seharusnya dipenuhi dengan kekhusyukan dan ketenangan. Para peziarah datang untuk mengirimkan doa, bertawasul, dan merenungkan kisah hidup sang ibu para nabi. Namun, realitas hari ini sangat berbeda. Ketegangan begitu terasa di udara. Adanya pembagian ruang dan kehadiran tentara bersenjata lengkap di setiap sudut mengubah atmosfer spiritual menjadi penuh kewaspadaan. Keindahan arsitektur Mamluk yang menghiasi ruangan seolah kontras dengan pagar-pagar besi dan pos pemeriksaan yang membelah tempat suci ini.

5 Realita Pahit di Lokasi Makam Suci Ini

Keheningan di sekitar makam bukanlah keheningan yang menenangkan, melainkan keheningan yang sarat akan cerita pilu dan ketidakadilan. Berikut adalah lima realitas pahit yang terjadi di sana.

1. Terletak di Jantung Kota yang Terbagi

Masjid Ibrahimi, tempat makam ini berada, terletak di Kota Tua Hebron yang masuk dalam zona H2. Berdasarkan Perjanjian Hebron tahun 1997, kota ini dibagi menjadi dua: H1 (sekitar 80% wilayah, di bawah kendali Otoritas Palestina) dan H2 (sekitar 20%, di bawah kendali militer Israel). Zona H2, meskipun kecil, mencakup area paling vital termasuk Masjid Ibrahimi. Akibatnya, area di sekitar masjid menjadi sangat termiliterisasi, penuh dengan pos pemeriksaan, dan akses bagi warga Palestina sangat dibatasi.

2. Pembagian Ruang Ibadah yang Tidak Adil

Tragedi terbesar terjadi pada tahun 1994 ketika seorang pemukim ekstremis menembaki jamaah yang sedang shalat Subuh, membunuh 29 orang. Alih-alih melindungi korban, otoritas Israel justru “menghukum” mereka dengan membagi masjid. Sekitar 60% dari area masjid, termasuk penanda makam Nabi Ishaq AS dan istrinya Ribka, diubah menjadi sinagoge. Umat Muslim hanya mendapat sisa 40%, yang mencakup penanda makam Nabi Ibrahim, Nabi Ya’qub, dan Siti Sara. Pintu-pintu yang dulu menghubungkan semua ruangan kini ditutup tembok dan dijaga ketat.

3. Akses Terbatas Melalui Pemeriksaan Militer Ketat

Bagi seorang Muslim Palestina yang ingin berziarah atau shalat, perjalanannya tidaklah mudah. Kamu harus melewati setidaknya satu atau lebih pos pemeriksaan militer yang dilengkapi pintu putar elektronik dan detektor logam. Setiap orang, termasuk anak-anak dan lansia, harus melalui proses pemeriksaan identitas yang seringkali berjalan lambat dan intimidatif. Pengalaman ini menciptakan perasaan menjadi orang asing di tanah suci milik sendiri.

4. Larangan Adzan dan Penutupan Sepihak

Salah satu realitas yang paling menyakitkan adalah seringnya larangan mengumandangkan adzan dari menara Masjid Ibrahimi. Alasannya adalah karena suara adzan dianggap “mengganggu” ibadah di sisi sinagoge. Berdasarkan data dari Kementerian Wakaf Palestina, larangan adzan ini bisa terjadi puluhan kali setiap bulannya. Selain itu, masjid ditutup total untuk umat Islam selama sekitar 10 hari dalam setahun untuk perayaan hari besar Yahudi.

5. Saksi Bisu Sejarah Berdarah

Tembok-tembok dan pilar-pilar di sekitar makam menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa kekerasan, puncaknya adalah pembantaian tahun 1994. Meskipun puluhan tahun telah berlalu, trauma kolektif itu masih membekas. Kehadiran militer yang masif dan pembatasan yang ketat adalah pengingat konstan akan tragedi tersebut, membuat proses penyembuhan luka batin menjadi sangat sulit bagi komunitas lokal.

Ziarah Batin di Tengah Keterbatasan

Meskipun dihadapkan pada semua kesulitan ini, semangat spiritual umat Islam untuk berziarah tidak pernah surut. Justru, setiap langkah yang berhasil mereka tempuh untuk mencapai masjid terasa seperti sebuah kemenangan kecil. Setiap doa yang dipanjatkan di dekat makam terasa lebih mendalam. Ini adalah ziarah batin yang sesungguhnya, di mana iman diuji dan dikuatkan oleh keadaan.

Menziarahi tempat-tempat bersejarah dan suci seperti ini, terutama di wilayah yang kompleks, tentunya memerlukan persiapan dan pemahaman mendalam. Kamu memerlukan pemandu yang tidak hanya tahu rute, tetapi juga kaya akan wawasan sejarah, budaya, dan spiritual. Itulah mengapa banyak peziarah mempercayakan perjalanannya pada biro berpengalaman seperti Al Khair Tour and Travel, yang dapat memfasilitasi program ziarah ke Palestina, termasuk Hebron. Dengan panduan yang tepat, perjalananmu dipastikan akan berjalan lebih aman, nyaman, dan penuh makna.

Sebagai kesimpulan, Makam Siti Sara lebih dari sekadar situs bersejarah. Ia adalah cerminan dari sebuah narasi yang kompleks tentang iman, ketabahan, dan ketidakadilan yang sedang berlangsung. Mengunjungi atau bahkan sekadar mengetahui kisahnya adalah sebuah kewajiban untuk memahami betapa berharganya sebuah akses untuk beribadah dengan bebas dan damai. Semoga suatu hari nanti, keheningan di sekitar Makam Siti Sara kembali menjadi keheningan yang menenangkan, bukan keheningan yang menyimpan duka dan ketegangan.

Bagikan

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
X
Threads
Email

Artikel Terkait