Di tengah-tengah Kota Tua Yerusalem yang sarat dengan situs suci dan sejarah ribuan tahun, berdiri sebuah masjid yang mungkin tidak semegah Al-Aqsa atau semewah Dome of the Rock, namun menyimpan salah satu kisah paling agung dalam sejarah Islam. Inilah Masjid Omar (Masjid Umar bin Khattab), sebuah monumen yang lebih dari sekadar bangunan; ia adalah manifestasi fisik dari kepemimpinan, kerendahan hati, dan toleransi antarumat beragama.
Bagi banyak calon peziarah, termasuk dari kota Medan, nama Masjid Omar sering terdengar. Namun, seringkali terjadi kerancuan mengenai bentuk fisik dan lokasinya. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang arsitektur Masjid Omar, melacak jejak sejarahnya, menganalisis fitur-fitur bangunannya, dan meluruskan kesalahpahaman umum yang sering terjadi. Mari kita selami keindahan dan makna di balik dinding batunya yang sederhana namun penuh wibawa.
Sejarah Singkat di Balik Pembangunan Masjid Omar
Sebelum menganalisis arsitekturnya, sangat penting untuk memahami konteks sejarahnya. Kisah masjid ini dimulai pada tahun 637 Masehi, ketika Khalifah Umar bin Khattab RA memasuki Yerusalem setelah kota itu menyerah secara damai kepada pasukan Muslim.
Patriark Sophronius, pemimpin Kristen saat itu, mengundang Sayyidina Umar untuk shalat di dalam gereja paling suci bagi umat Kristen, Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Namun, dengan kebijaksanaan yang luar biasa, Sayyidina Umar menolak. Beliau khawatir jika beliau shalat di dalam gereja, umat Muslim di masa depan akan menjadikannya preseden untuk mengubah gereja tersebut menjadi masjid.
Sebagai gantinya, beliau keluar dan shalat di halaman seberang gereja. Di lokasi inilah kemudian sebuah masjid didirikan untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut.
Penting untuk dicatat: bangunan Masjid Omar yang kita lihat hari ini bukanlah bangunan asli dari zaman Sayyidina Umar. Bangunan yang ada saat ini dibangun pada tahun 1193 oleh Al-Afdal ibn Salah ad-Din, putra dari pahlawan besar Salahuddin Al-Ayyubi, pada masa Dinasti Ayyubiyah. Oleh karena itu, gaya arsitekturnya mencerminkan periode Ayyubiyah dan Mamluk, bukan arsitektur Islam awal.
Menganalisis Arsitektur Masjid Omar (Masjid Ayyubiyah)
Saat memandang Masjid Omar, kesan pertama yang muncul bukanlah kemegahan, melainkan kesederhanaan yang solid dan fungsional. Inilah ciri khas arsitektur Ayyubiyah yang lebih mengutamakan fungsi dan kekuatan daripada ornamen yang berlebihan.
1. Kesederhanaan yang Penuh Makna
Arsitektur Masjid Omar secara keseluruhan mencerminkan semangat kerendahan hati yang ditunjukkan oleh sang khalifah. Dindingnya terbuat dari batu Yerusalem berwarna krem yang khas, memberikan kesan kokoh dan menyatu dengan bangunan lain di sekitarnya. Tidak ada kubah emas yang berkilauan atau mozaik yang rumit. Fasadnya sederhana, dengan sebuah pintu masuk yang tidak terlalu besar, seolah-olah menegaskan bahwa nilai sebuah tempat ibadah tidak terletak pada kemewahannya, melainkan pada sejarah dan keberkahannya.
2. Menara Ikonik Bergaya Mamluk
Fitur arsitektur yang paling menonjol dari Masjid Omar adalah menaranya yang menjulang setinggi 15 meter. Menara ini adalah salah satu contoh terbaik dari gaya menara Mamluk di Yerusalem. Ciri khasnya meliputi:
- Dasar Persegi: Menara ini memiliki dasar berbentuk persegi yang kokoh, sebuah karakteristik umum menara dari periode Ayyubiyah dan Mamluk awal.
- Balkon Muazin: Terdapat balkon (syurfah) di bagian atas tempat muazin mengumandangkan azan, yang ditopang oleh penyangga batu berukir (muqarnas) yang sederhana.
- Struktur Bertingkat: Menara ini seolah terbagi menjadi beberapa tingkat, dengan jendela-jendela kecil berbentuk busur di setiap sisinya untuk ventilasi dan pencahayaan.
Menara ini tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu shalat, tetapi juga sebagai penanda visual yang penting, berdiri tegak di seberang kubah besar Gereja Makam Kudus, menciptakan dialog visual antar dua iman.
3. Ruang Shalat dan Interior yang Fungsional
Memasuki bagian dalam masjid, Anda akan kembali disambut dengan suasana yang tenang dan sederhana. Ruang shalatnya tidak terlalu luas, dirancang untuk menampung jamaah dalam jumlah yang cukup. Mihrabnya menjorok sederhana ke dinding yang menunjukkan arah kiblat. Tidak banyak kaligrafi atau hiasan interior yang rumit, memungkinkan jamaah untuk lebih fokus pada ibadah dan perenungan.
Meluruskan Kesalahpahaman: Masjid Omar vs. Dome of the Rock
Inilah poin yang sangat penting bagi setiap peziarah. Banyak orang, karena ketidaktahuan, secara keliru menyebut Dome of the Rock (Qubbat As-Sakhrah) sebagai Masjid Omar. Kesalahpahaman ini mungkin muncul karena Sayyidina Umar adalah khalifah pertama yang membersihkan area Masjid Al-Aqsa (Temple Mount) dan mendirikan sebuah masjid sederhana di sana.
Namun, kedua bangunan ini sangatlah berbeda, baik dari segi sejarah maupun arsitektur.
Memahami perbedaan ini akan memperkaya pengalaman ziarah Anda, memungkinkan Anda untuk mengapresiasi setiap situs sesuai dengan sejarah dan keunikan arsitekturnya masing-masing.
Menyaksikan Sejarah Bersama Al Khair Tour and Travel
Membaca tentang arsitektur Masjid Omar tentu memberikan wawasan, tetapi menyaksikannya secara langsung sambil mendengarkan kisah-kisahnya dari seorang pemandu yang berpengalaman adalah pengalaman yang sama sekali berbeda. Inilah peran penting biro perjalanan wisata halal yang andal.
Al Khair Tour and Travel Biro Perjalanan tidak hanya mengatur perjalanan jamaah dari Medan hingga tiba di Yerusalem. Lebih dari itu, mereka memastikan setiap kunjungan memiliki nilai edukasi dan spiritual. Dengan program “Wisata Halal ke Aqsa“, Al Khair Tour and Travel akan membawa Anda:
- Berdiri di depan Masjid Omar sambil mendengarkan kembali kisah agung penolakan Sayyidina Umar.
- Mengidentifikasi ciri-ciri arsitektur Ayyubiyah yang dijelaskan oleh pemandu.
- Berjalan ke kompleks Al-Aqsa dan melihat secara langsung perbedaan mencolok antara Masjid Omar dan Dome of the Rock.
Perjalanan yang terorganisir dengan baik memastikan Anda tidak hanya menjadi turis, tetapi seorang peziarah yang memahami setiap jengkal tanah suci yang dipijak.
Kesimpulan: Arsitektur yang Bercerita
Pada akhirnya, arsitektur Masjid Omar mengajarkan kita sebuah pelajaran penting: kemegahan sebuah bangunan tidak selalu terletak pada ukuran atau kemewahannya. Masjid Omar di Yerusalem mungkin sederhana dalam desainnya, tetapi ia adalah sebuah bangunan yang “bercerita”. Arsitekturnya yang kokoh dan rendah hati adalah cerminan sempurna dari karakter sang khalifah yang namanya diabadikan. Ia adalah simbol abadi dari keadilan, kebijaksanaan, dan pesan toleransi Islam yang universal, yang berdiri anggun di jantung kota tersuci di dunia.